--> Skip to main content

PESONA SUSNO DAN MATINYA KOMUNIKASI POLRI

oleh Drs Indiwan Seto Wahju Wibowo Msi Jakarta, 7/4 (ANTARA)- Siapa yang tak kenal Susno Duadji? Semua orang mengenal mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim)ini, yang jadi buah bibir sejak dia melontarkan isu "Cicak dan Buaya", kemudian akhir-akhir ini saat semua orang dibuat kaget mendengar adanya pejabat di Kepolisian yang konon diduga terlibat sebagai makelar kasus.

Lontaran Susno ini amat melegakan di tengah muaknya rakyat pada kelicikan pejabat negara --bahkan kepada Gayus Tambunan-- seorang pegawai biasa di Ditjen Pajak, yang mengail di air keruh , yang memanfaatkan celah di mana penyidikan dan pengadilan perkara pajak bisa dimainkan. Di satu sisi rakyat sangat bersyukur dan berterima kasih dengan kehadiran Susno yang berani mengungkap borok di lembaganya sendiri yang ditutup rapat selama ini. 

Terlepas dari apapun latar belakang di balik semua tindakannya, publik akhirnya mengetahui kebobrokan di lembaga penegak hukum terkait dengan praktik makelar kasus. Bagi Polri ini merupakan pukulan telak, karena fakta ini menunjukkan bahwa selama ini upaya pembinaan internal ke dalam, termasuk komunikasi internal mereka amat lemah sehingga tak ada satu suara keluar dari tubuh lembaga ini. Ibarat kata, di tubuh kepolisian kita saat ini, komunikasi internalnya sedang mengalami gangguan besar. 

Kadivhumas Polri merupakan pihak yang sibuk gara-gara Susno, ibarat 'pemadam kebakaran' dia bertindak sebagai pemberi versi lain di luar pendapat Susno terkait dengan citra Polri yang kian dicibirkan itu. Sebelum kasus ini, pihak Polri juga direpotkan oleh tindakan Susno yang memberi kesaksian dalam persidangan tanpa 'seizin' Mabes Polri. Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri, Irjen Pol Edward Aritonang mengatakan tindakan Komjen Pol Susno menjadi saksi persidangan Antasari Azhar, termasuk kualifikasi pelanggaran kode etik dan profesi. "Saya sampaikan tindakan (Susno) itu termasuk kualifikasi melanggar aturan yang berlaku, pelanggaran disiplin maupun kode etik dan profesi," kata Edward saat konferensi pers di gedung Divhumas Polri, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Edward menjelaskan berdasarkan aturan yang berlaku di kepolisian, setiap anggota harus mentaati aturan yang berlaku tanpa kecuali termasuk menjaga kehormatan diri sendiri, pemerintah, Polri maupun negara. 

Pihak Polri juga sempat mempelajari kesaksian Susno di persidangan dan mencoba mencari informasi termasuk menghubungi perwira tinggi Polri itu, serta melakukan pengecekan, ternyata Bareskrim tidak pernah menerima surat panggilan. Kadivhumas menyatakan Polri secara institusi tidak pernah dikonfirmasi pengadilan untuk meminta Susno menjadi saksi memberikan keterangan pada persidangan Antasari Azhar. "Dari rangkaian itu kalau dikaitkan dengan aturan yang berlaku maka kegiatan Susno menyalahi aturan yang berlaku," ungkap jenderal bintang dua itu. Edward menegaskan Polri mengambil sikap dan langkah yang tegas untuk menegakkan aturan karena lembaga penegak hukum itu punya sistem yang bisa diberlakukan bagi semua anggota tanpa kecuali. 

Sebelumnya, Susno menjadi saksi pada persidangan dugaan pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perseteruan internal ini kian memuncak saat perkara Gayus Tambunan muncul di permukaan, dan Susno mengeluarkan testimoni mengejutkan mengenai adanya sejumlah pejabat di Polri yang 'biasa' menjadi makelar kasus. Bahkan tingkah Susno tidak berhenti di situ, dia malah menerbitkan buku terkait dengan 'testimoninya' tersebut dan diluncurkan ke publik. Susno juga sempat memerahkan kuping Mabes Polri saat mengungkap adanya makelar kasus . 

Tanpa tedeng aling-aling, Susno Duadji menyebut dua perwira tinggi Mabes Polri yang terkait praktik makelar kasus Rp25 miliar dalam kasus penggelapan pajak. Keduanya yaitu mantan Direktur II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri Edmond Ilyas dan Direktur II Ekonomi dan Khusus Bareskrim Mabes Polri Raja Erizman. Susno menyatakan, tujuan dibuat dan diluncurkannya buku "Bukan Testimoni Susno" bukan untuk ajang balas dendam terkait pencopotan dirinya dari jabatan Kabareskrim. "Buku ini bukan untuk ajang balas dendam karena pencopotan saya dari jabatan saya sebagai Kabareskrim," katanya, dalam diskusi buku "Bukan Testimoni Susno", di lantai satu Toko Buku Gramedia, Jalan Merdeka Bandung Buku yang menampilkan 25 bab tersebut merupakan bentuk sebuah tanggapan terhadap sejumlah kasus dan sepak terjang seorang Susno Duadji saat dirinya menjabat sebagai Kapolda Jabar hingga dipecat dari jabatan sebagai Kabareskrim Mabes Polri. "Ini bukan buku biografi saya. Buku ini merupakan respons, yakni respons terhadap sejumlah kasus dan sepak terjang saya," ujar Susno. 

Gangguan komunikasi internal? Sebagai sebuah organisasi Polri saat ini sedang dirundung masalah terkait dengan komunikasi internal. Bahkan saat ini citra lembaga penegak hukum ini tengah terpuruk dengan simpang siurnya pendapat yang muncul dan berasal dari internal Polri sendiri. Bila diibaratkan sebuah paduan harmoni dalam sebuah orkestra, saat ini 'suara merdu' Polri terganggu saat bas betot dan terompet berjalan sendiri-sendiri saling menonjolkan 'suaranya' hingga mengganggu keseluruhan irama yang muncul. Everet M. Rogers dalam bukunya "Communication in Organization", mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. 

Robert Bonnington dalam buku "Modern Business: A Systems Approach", mendefinisikan organisasi sebagai sarana di mana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang. Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu.Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual. Persoalannya menjadi berbeda saat komunikasi informal seorang Susno Duaji 'bertentangan' dengan komunikasi formal Polri yang keluar dari lembaga ini sebagai sebuah organisasi. Ada ketegangan di antara keduanya. 

Tujuan bersama sebuah organisasi sebagaimana Rogers katakan tidak muncul dalam tubuh Polri, karena masing-masing anggota organisasi mengeluarkan pernyataan berbeda-beda bahkan saling bertentangan. Conrad, seorang ahli komunikasi organisasi, mengidentifikasikan tiga komunikasi organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu.Fungsi perintah berkenaan dengan anggota-anggota organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. 

Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tersebut. Dalam kasus Susno, fungsi perintah ini tak berjalan mulus di tubuh Polri. Rentang kendali kekuasaan, mana yang boleh mana yang tidak boleh dilakukan menjadi rapuh dan tidak jelas sehingga memunculkan orang seperti Susno Duadji yang 'menyanyi' lain di luar pakem yang ditetapkan lembaga tersebut. Dari kasus Susno dan Polri, jelas terjadi adanya gangguan terhadap komunikasi organisasi. 

Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Polri tidak bisa dan tidak mampu mengendalikan sepak terjang anggota organisasi ( dalam hal ini Susno Duadji) sehingga akhirnya dia mengeluarkan pendapat yang berbeda ke publik. Harus dirangkul Terkait dengan Susno yang terkesan 'bermain sendiri' tak sesuai dengan irama permainan di tubuh Polri, ada baiknya Polri mengintropeksi diri mengapa bisa terjadi 'jeruk makan jeruk' di dalam internal mereka. Seberapa jauh pola hubungan komunikasi yang baik di antara internal polri akan menentukan bagaimana kadar sikap komunikasi eksternal mereka. Susno perlu dirangkul dan 'diperhatikan' karena sebagai tokoh kunci dia memiliki begitu banyak informasi yang bila disampaikan langsung ke publik belum tentu sesuai dengan kebijakan Polri. Rapat pimpinan Komisi III DPR menyepakati untuk memanggil Komjen Susno Duadji. Susno diminta membeberkan semua markus di tubuh kepolisian.

"Yang jelas Susno Duadji akan dipanggil," kata Ketua Komisi III DPR Benny K Harman. Hal ini disampaikan Benny usai rapat pimpinan Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/4/2010). Menurut Benny, pemanggilan Susno diutamakan karena Komisi III DPR perlu mendengar penjelasan Susno soal makelar kasus di tubuh kepolisian. Komisi III DPR juga akan memberi perlindungan kepada Susno selama membeberkan makelar kasus di kepolisian. "Komisi III akan melindungi Susno agar berani membuka markus-markus yang dia laporkan," papar Benny secara terpisah. Setelah Susno, Komisi III DPR akan memanggil Kapolri dan jajarannya. Waktu pemanggilan akan ditetapkan dalam rapat pleno Komisi III. "Akan dijadwalkan dalam rapat pleno besok atau Senin depan," tutup Benny. Sebenarnya kehadiran sosok Susno yang berani menentang arus ini perlu mendapat acungan jempol. Ini menunjukkan kepekaan seorang penegak hukum yang tidak mau melihat kebenaran diinjak-injak, dan kejahatan mengotori tubuh Polri lembaga yang membesarkan dirinya. 

Meski di sisi lain ada yang melihat soal rasa dendam dan sakit hati Susno karena 'dicopot' jabatannya. Beberapa pengamat sosial menyebut fenomena Susno sebagai gejala seorang pejabat yang post-power syndrome dan ingin memulihkan nama baiknya setelah dicopot dari posisi sebagai Kepala Bareskrim. "Ada juga yang melihat Susno mungkin tidak mendapat bagian finansial dari koleganya, juga tidak memperolah promosi jabatan, melainkan justru ketiban sial. Sehingga Susno meradang," papar pengamat politik Abas Jauhari dalam situs Inilah.com (21/3). Dosen sosiologi UIN Jakarta itu menyayangkan sikap kritis Susno baru dilakukan sekarang. "Coba saja dia kritis dan korektif terhadap institusi Polri saat dia menjabat tentu akan banyak orang yang apresiatif. Kalau sekarang setelah dia tak menjabat, orang bertanya-tanya, apa maunya dia," imbuh Abas. 

Terlepas dari itu semua, komunikasi internal di Polri harus diperkuat agar citra yang muncul tidak seperti sekarang. Komunikasi internal yang baik dan solid ini bisa memunculkan komunikasi eksternal yang baik pula. Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting saja. Bila organisasi solid baik komunikasi internal maupun komunikasi eksternalnya maka fenomena 'jeruk makan jeruk' di tubuh kepolisian kita tak bakal terjadi. Artinya, dengan pola komunikasi yang baik di internal Polri maka tak akan muncul sosok Susno Duadji -Susno Duadji yang menebar pesona tetapi bagi kepolisian hanya mengganggu perolehan citra positif mereka di tengah masyarakat. *) Penulis adalah kandidat Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. (J006/m020)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar