TEKNIK MENULIS LATAR
Menurut MS Hutagalung, latar adalah gambaran tempat dan waktu atau segala situasi di tempat terjadinya peristiwa. Latar yang baik selalu dapat membantu elemen-elemen lain seperti alur dan penokohan.[1]
Latar atau setting, merupakan ‘ seluruh ‘milleu’ dari sebuah cerita seperti :tata cara, kebiasaan, cara hidup, latar belakang alam dan lingkungan sekitar.
William Hudson dkk. Membedakan dua jenis latar, yakni (1) latar sosial (2) material. Latar-latar itu dikenal sebagai ruang atau tempat tokoh-tokoh melandaskan laku dan alasan pertumbuhan tokoh.[2] Bahkan MJ Murphy berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan latar atau setting cerita fiksi ialah latar belakang hidup para tokoh/pelaku. Dalam beberapa cerita, latar dipentingkan. Latar dapat dikatakan tempat dan waktu, dimana para tokoh hidup dan bergerak. Keduanya mempengaruhi watak/kepribadian, tingkah laku dan cara berpikir para tokoh.[3] Sedangkan menurut Jakob Sumardjo, setting adalah tempat bermainnya sebuah cerita. Setting di sini bukan hanya terbatas pada pengertian geografis, tetapi juga antropologis.Di kalangan masyarakat mana, di jaman apa, dalam suasana apa cerita itu berlangsung adalah setting.[4] Tiga Unsur penting latar, yakni: (1) waktu, (2) tempat dan (3) suasana. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Waktu. Sebuah cerita atau peristiwa selalu terjadi dalam waktu tertentu. Ada empat macam waktu yang biasanya dilakukan oleh penulis yakni: (a) kini, sekarang (present time); (b) dahulu, masa lalu; (c)masa depan, masa datang; dan (4) waktu tidak tertentu. Contoh setting menggunakan waktu kini misalnya Novel Azab dan Sengsara (M Siregar), Siti Nurbaya (Mh.Rusli), Salah Asuhan (A.Muis), Kehilangan Mestika (Hamidah). Contoh setting menggunakan masa lalu: Hulubalang Raja (N St Iskandar), Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer) yang melukiskan keadaan kebudayaan Jawa pada akhir abad XIX sekutar tahun 1898. Sedangkan contoh menggunakan setting masa depan ‘Indonesia Abad ke-25’ (Murbandono Hs), ‘ Perlawatan Ke Bulan’ (Jules Verne). Sedangkan contoh setting menggunakan waktu tak tentu adalah Novel Merahnya Merah (Iwan Simatupang), Ziarah (Iwan Simatupang). Tempat. Unsur penting dari latar yang kedua adalah setting tempat atau ruang. Murphy membedakan tiga macam tempat/lokasi di mana sebuah cerita dapat terjadi yaitu (a) tempat yang dikenal; (b) tempat tidak dikenal dan (c) tempat khayalan. Contoh penggunaan setting yang dikenal dan diketahui kebanyakan pembaca atau orang sebangsanya adalah Novel Azab dan Sengsara bertempat di daerah Tapanuli, Siti Nurbaya di Padang, Sukreni Gadis Bali di Bali. Sedangkan contoh setting tempat tak dikenal atau lokasi yang dipilih tidak diketahui atau dikenal oleh sebagian besar pembaca misalnya Helai-Helai Sakura (N Djamin) berlokasi di Jepang, Seribu Senja di Roma (M.Boesje),Grotta Azzura (Takdir Alisyahbana) berlokasi di Eropa. La Barka (Nh.Dini) di perancis. Tuyet (bur Rasuanto) di Vietnam.Untuk penggunaan setting tempat khayalan misalnya novel karya Iwan Simatupang (Merahnya Merah, Ziarah dan Kering. SUASANA. Unsur ketiga yang tak kalah pentingnya adalah latar suasana atau atmosphere. Suasana inilah yang menyebabkan sebuah cerita/peristiwa itu hidup dan menarik serta memukau pembaca. Dalam sebuah setting suasana dibedakan menjadi tiga yaitu: a. suasana alamiah atau lahiriah yakni suasana yang berhubungan dengan alam :tempat, waktu dan cuaca. Contoh ‘Anak Perawan di Sarang Penyamun’ (Takdir Alisyahbana. b. Suasana sosio kultural adalah suasana yang dibentuk lewat pemaparan suasana sosio kultural seperti tata cara, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup, sejarah dan kebudayaan dan struktur masyarakat. Contoh Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer) yang melukiskan adat istiadat dan sistem feodal bangsawan Jawa pada akhir abad ke XIX, bagaimana seorang anak harus jalan berlutut menghadap ayahnya seorang bupati. c. Suasana batiniah. Suasana batiniah umumnya merupakan akibat saling pengaruh dan interaksi antara tokoh dengan tokoh, antara tokoh dengan suasana alamiah dan sosio kulturalnya, tempat para tokoh itu direkakan hidup atau berada. Contoh karya Trisnoyuwono ‘Pagar kawat Berduri’ menggambarkan suasana hati yang tegang, tertekan, cemas dan was-was –waktu tokoh utama Toto dan Herman melarikan diri dari Kamp Salatiga- dengan sangat hidup. [1] Hutagalung,MS.1967.Tanggapan Dunia Asrul Sani, Jakarta, Gunung Agung Hal.102-103 [2] Frans Wido, Opcit.hal.51 [3] Murphy, MJ. 1972.Understanding Unseens.An introduction To english poetry and the english novel for overseas students.London.Goerge Allen.Hal.141 [4] Frans Mido, Opcit.hal.52
William Hudson dkk. Membedakan dua jenis latar, yakni (1) latar sosial (2) material. Latar-latar itu dikenal sebagai ruang atau tempat tokoh-tokoh melandaskan laku dan alasan pertumbuhan tokoh.[2] Bahkan MJ Murphy berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan latar atau setting cerita fiksi ialah latar belakang hidup para tokoh/pelaku. Dalam beberapa cerita, latar dipentingkan. Latar dapat dikatakan tempat dan waktu, dimana para tokoh hidup dan bergerak. Keduanya mempengaruhi watak/kepribadian, tingkah laku dan cara berpikir para tokoh.[3] Sedangkan menurut Jakob Sumardjo, setting adalah tempat bermainnya sebuah cerita. Setting di sini bukan hanya terbatas pada pengertian geografis, tetapi juga antropologis.Di kalangan masyarakat mana, di jaman apa, dalam suasana apa cerita itu berlangsung adalah setting.[4] Tiga Unsur penting latar, yakni: (1) waktu, (2) tempat dan (3) suasana. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Waktu. Sebuah cerita atau peristiwa selalu terjadi dalam waktu tertentu. Ada empat macam waktu yang biasanya dilakukan oleh penulis yakni: (a) kini, sekarang (present time); (b) dahulu, masa lalu; (c)masa depan, masa datang; dan (4) waktu tidak tertentu. Contoh setting menggunakan waktu kini misalnya Novel Azab dan Sengsara (M Siregar), Siti Nurbaya (Mh.Rusli), Salah Asuhan (A.Muis), Kehilangan Mestika (Hamidah). Contoh setting menggunakan masa lalu: Hulubalang Raja (N St Iskandar), Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer) yang melukiskan keadaan kebudayaan Jawa pada akhir abad XIX sekutar tahun 1898. Sedangkan contoh menggunakan setting masa depan ‘Indonesia Abad ke-25’ (Murbandono Hs), ‘ Perlawatan Ke Bulan’ (Jules Verne). Sedangkan contoh setting menggunakan waktu tak tentu adalah Novel Merahnya Merah (Iwan Simatupang), Ziarah (Iwan Simatupang). Tempat. Unsur penting dari latar yang kedua adalah setting tempat atau ruang. Murphy membedakan tiga macam tempat/lokasi di mana sebuah cerita dapat terjadi yaitu (a) tempat yang dikenal; (b) tempat tidak dikenal dan (c) tempat khayalan. Contoh penggunaan setting yang dikenal dan diketahui kebanyakan pembaca atau orang sebangsanya adalah Novel Azab dan Sengsara bertempat di daerah Tapanuli, Siti Nurbaya di Padang, Sukreni Gadis Bali di Bali. Sedangkan contoh setting tempat tak dikenal atau lokasi yang dipilih tidak diketahui atau dikenal oleh sebagian besar pembaca misalnya Helai-Helai Sakura (N Djamin) berlokasi di Jepang, Seribu Senja di Roma (M.Boesje),Grotta Azzura (Takdir Alisyahbana) berlokasi di Eropa. La Barka (Nh.Dini) di perancis. Tuyet (bur Rasuanto) di Vietnam.Untuk penggunaan setting tempat khayalan misalnya novel karya Iwan Simatupang (Merahnya Merah, Ziarah dan Kering. SUASANA. Unsur ketiga yang tak kalah pentingnya adalah latar suasana atau atmosphere. Suasana inilah yang menyebabkan sebuah cerita/peristiwa itu hidup dan menarik serta memukau pembaca. Dalam sebuah setting suasana dibedakan menjadi tiga yaitu: a. suasana alamiah atau lahiriah yakni suasana yang berhubungan dengan alam :tempat, waktu dan cuaca. Contoh ‘Anak Perawan di Sarang Penyamun’ (Takdir Alisyahbana. b. Suasana sosio kultural adalah suasana yang dibentuk lewat pemaparan suasana sosio kultural seperti tata cara, kebiasaan dan adat istiadat, cara hidup, sejarah dan kebudayaan dan struktur masyarakat. Contoh Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer) yang melukiskan adat istiadat dan sistem feodal bangsawan Jawa pada akhir abad ke XIX, bagaimana seorang anak harus jalan berlutut menghadap ayahnya seorang bupati. c. Suasana batiniah. Suasana batiniah umumnya merupakan akibat saling pengaruh dan interaksi antara tokoh dengan tokoh, antara tokoh dengan suasana alamiah dan sosio kulturalnya, tempat para tokoh itu direkakan hidup atau berada. Contoh karya Trisnoyuwono ‘Pagar kawat Berduri’ menggambarkan suasana hati yang tegang, tertekan, cemas dan was-was –waktu tokoh utama Toto dan Herman melarikan diri dari Kamp Salatiga- dengan sangat hidup. [1] Hutagalung,MS.1967.Tanggapan Dunia Asrul Sani, Jakarta, Gunung Agung Hal.102-103 [2] Frans Wido, Opcit.hal.51 [3] Murphy, MJ. 1972.Understanding Unseens.An introduction To english poetry and the english novel for overseas students.London.Goerge Allen.Hal.141 [4] Frans Mido, Opcit.hal.52