Perbedaan Wawancara Dan Interogasi
WAWANCARA VERSUS INTEROGASI?
ada seorang peserta pelatihan Jurnalistik di LPJA ---yang kebetulan berasal dari instansi militer-- bertanya: apa beda yang jelas antara kegiatan jurnalistik khususnya wawancara dengan interogasi dan 'penyelidikan' intelejen? Menurut saya, perbedaannya dalam hal maksud serta tujuan kegiatan tersebut dan 'cara' melakukan wawancara tersebut.
Seorang jurnalis bila melakukan wawancara ---dikepalanya-- sudah tergambar bahwa berita ini memang menarik untuk 'diketahui' oleh calon pembacanya, sehingga harus dikorek semua bahannya secara komprehensif didukung konfirmasi narasumber yang kompeten. Sedangkan bagi seorang intel--biasanya-- memiliki kepekaan yang sama dengan sang jurnalis termasuk juga mencari sampai ke akar-akarnya, lewat narasumber yang kompeten...tapi tujuan akhirnya adalah demi kepentingan ATASAN serta Organisasinya. Sehingga justru hasil temuannya tidak diblowup ke masyarakat. Hal ini menurut saya wajar saja mengingat, tujuan utama seorang intel adalah bagaimana dia mendapatkan info yang selengkap-lengkapnya dan ini dijadikan rujukan untuk tindakan strategis berikutnya. Nah yang jadi masalah adalah caranya.....seorang jurnalis dalam melaksanakan wawancara --berposisi sederajat dengan pihak yang diwawancarai sehingga pantang melakukan cara wawancara yang memaksa dan bersifat mendikte pertanyaan. Sehingga kemampuan si wartawanlah yang menjadi kunci dari keberhasilan wawancara, apabila si wartawan tak siap dengan bahan-bahan atau tidak menguasai persoalan yang ditanyakan kepada narasumber maka bisa saja wawancara tersebut tidak berhasil atau bahkan si narasumber 'mengendalikan'. Jadi bagaimana yang bagus.....? Yah tergantung tujuannya. Bila mencari info sebesar-besarnya, kita sebagai jurnalis harus siap diri dengan bahan-bahan yang ada sehingga si narasumber 'percaya' bahwa dia diwawancarai oleh orang yang betul-betul mengetahui dan menguasai persoalan. Dan hindarilah sikap arogan bahwa kita lebih tahu dan paham persoalan ketimbang narasumber.
Seorang jurnalis bila melakukan wawancara ---dikepalanya-- sudah tergambar bahwa berita ini memang menarik untuk 'diketahui' oleh calon pembacanya, sehingga harus dikorek semua bahannya secara komprehensif didukung konfirmasi narasumber yang kompeten. Sedangkan bagi seorang intel--biasanya-- memiliki kepekaan yang sama dengan sang jurnalis termasuk juga mencari sampai ke akar-akarnya, lewat narasumber yang kompeten...tapi tujuan akhirnya adalah demi kepentingan ATASAN serta Organisasinya. Sehingga justru hasil temuannya tidak diblowup ke masyarakat. Hal ini menurut saya wajar saja mengingat, tujuan utama seorang intel adalah bagaimana dia mendapatkan info yang selengkap-lengkapnya dan ini dijadikan rujukan untuk tindakan strategis berikutnya. Nah yang jadi masalah adalah caranya.....seorang jurnalis dalam melaksanakan wawancara --berposisi sederajat dengan pihak yang diwawancarai sehingga pantang melakukan cara wawancara yang memaksa dan bersifat mendikte pertanyaan. Sehingga kemampuan si wartawanlah yang menjadi kunci dari keberhasilan wawancara, apabila si wartawan tak siap dengan bahan-bahan atau tidak menguasai persoalan yang ditanyakan kepada narasumber maka bisa saja wawancara tersebut tidak berhasil atau bahkan si narasumber 'mengendalikan'. Jadi bagaimana yang bagus.....? Yah tergantung tujuannya. Bila mencari info sebesar-besarnya, kita sebagai jurnalis harus siap diri dengan bahan-bahan yang ada sehingga si narasumber 'percaya' bahwa dia diwawancarai oleh orang yang betul-betul mengetahui dan menguasai persoalan. Dan hindarilah sikap arogan bahwa kita lebih tahu dan paham persoalan ketimbang narasumber.