--> Skip to main content

SUPER REPORTER HANYA MIMPI?

Oleh Indiwan seto wahju wibowo. Seorang wartawan dalam sebuah acara konferensi pers menyodorkan ‘handphone’ jenis smartphone keluaran terbaru, kemudian memotret narasumber lewat alat yang sama, kemudian mengetik berita secukupnya lewat tuts yang ada di gadgetnya kemudian beberapa detik kemudian ‘beritanya’ sudah muncul di layar komputer pelanggan; lengkap dengan suara dan videonya.

Cara modern ini sering ditemui di negara maju, khususnya di kalangan wartawan Kantor Berita yang sudah mendunia. Era ‘super reporter’ yang memungkinkan seorang jurnalis melakukan serangkaian pekerjaan sekaligus sudah datang dengan munculnya sejumlah perangkat teknologi dan didukung layanan provider yang memadai. 

Super reporter ini bisa membuat berita di handphone canggihnya,merekam video kejadian yang dilihatnya,merekam suara audio berformat Wap dan memenuhi kebutuhan pelanggan soal berita baik yang tercetak,visual berupa content audiovisual maupun audio untuk kepentingan media radio. Inilah kemudahan yang ditawarkan era konvergensi media yang segera melibas media-media massa tradisional yang hanya menawarkan satu sajian saja. Bila dilihat secara praktis maupun teoritis, fenomena konvergensi media ini punya konsekuensi yang tidak main-main.

Ada kebutuhan-kebutuhan pelanggan yang dulunya ‘tidak’ atau ‘nyaris tidak ada’ kini menjadi kebutuhan yang sangat menjanjikan yaitu para pelanggan handphone. Tetapi di sisi lain ini memunculkan ancaman baru bagi media massa khususnya kantor berita, karena dengan peralatan yang makin canggih setiap orang bisa ‘menjadi jurnalis’, setiap persitiwa menjadi tidak lagi eksklusif dan secara monopoli dijual oleh media.

Artinya fenomena konvergensi akan memunculkan era citizen journalism atau jurnalisme warga. Setiap orang bisa menjadi wartawan, dan ‘berita’ menjadi dagangan yang sangat sulit dijual. Dalam konteks yang lebih luas, konvergensi media sesungguhnya bukan saja memperlihatkan perkembangan teknologi yang kian cepat. Konvergensi mengubah hubungan antara teknologi, industri, pasar, gaya hidup dan khalayak. Pasar media akan dengan sendirinya berubah seiring dengan perkembangan teknologi.

Apa yang dulu dianggap penting sesuai dengan konsep-konsep news value kini direka ulang. Gaya hidup masyarakat pun berubah, dan memunculkan kebutuhan baru dibidang content berita yang mereka inginkan. Singkatnya, konvergensi mengubah pola-pola hubungan produksi dan konsumsi, yang penggunaannya berdampak serius pada berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan.

Dengan munculnya teknologi handphone canggih seperti era IRM (blackberry) dan layar sentuh dan didukung layanan modem internet mobil yang luar biasa baik disisi harga dan kecepatannya memunculkan saingan-saingan baru bagi media massa lokal bahkan kantor berita seperti LKBN ANTARA dan puluhan jaringan berita mancanegara yang tergabung dalam OANA. "OANA hendaknya secara bijaksana merespon perkembangan media massa saat ini, yaitu era konvergensi media," kata Ketua Aliansi Kantor Berita Mediterania (AMAN), Nacer Mehal, kepada ANTARA di sela-sela Sidang Umum OANA) beberapa waktu lalu.

Mehal, yang juga pemimpin umum Kantor Berita Aljazair, Algerian Press Service (APS), mengemukakan bahwa trend konvergensi media merupakan tantangan terkini bagi seluruh media massa, khususnya kantor berita. "Saat ini media massa di mana pun, termasuk di dunia Arab, menghadapi tantangan baru tersebut, dan bagaimanapun harus direspon secara positif," katanya. Di negara maju semacam Amerika sendiri terdapat tren menurunnya pelanggan media cetak dan naiknya pelanggan internet. Bahkan diramalkan bahwa dalam beberapa dekade mendatang di negara tersebut masyarakat akan meninggalkan media massa tradisional dan beralih ke media konvergen.

Konsekuensi penting Karena begitu kuatnya tekanan pasar media, banyak media massa berguguran. Bisa dibilang ratusan media yang muncul di awal era reformasi kini hanya tinggal nama. Kalaupun yang masih kuat eksis adalah jaringan media televisi yang menguasai porsi pendapatan iklan yang luar biasa besar. Hal ini juga mengenai Kantor Berita ANTARA, yang tidak bisa lagi hanya mengandalkan pendapatannya dari pelunasan biaya berlanganan berita Antara. Kebutuhan operasional kantor berita ini banyak didukung oleh sektor lain termasuk dari pemerintah lewat penggelontoran dana PSO (public Service Obligation). Hal ini wajar karena LKBN ANTARA adalah BUMN termuda yang masih harus jatuh bangun agar bisa mandiri sebagaimana BUMN lainnya yang sudah lebih maju.

Bila sebelumnya Antara melakukan pengiriman berita dengan menggunakan pemancar dan buletin cetak, pada tahun 1976 diganti dengan menggunakan sistem teleteks dan kemudian menggunakan sistem komputerisasi. Mulai akhir tahun 90an, pengiriman berita kepada 300 pelanggan menggunakan satelit/VSAT dan sejak tahun 2001 berita Antara dapat diakses melalui internet. Di luar negeri, sejak tahun 2007 LKBN Antara mempunyai kantor biro di Kuala Lumpur, Tokyo, Beijing, London, Canberra, dan New York. Karena alasan beban operasional tinggi, jumlahnya menciut dibanding sebelum tahun 2007 yang pernah memiliki 14 kantor perwakilan di luar negeri.

LKBN ANTARA menghasilkan berbagai konten berita teks, foto dan video yang menyasar lebih dari 300 pelanggan media. Perubahan status Lembaga Negara menjadi Perusahaan Umum (Perum) dimulai berdasarkan PP 40/2007 tertanggal 18 Juli 2007. Pemberian status Perum guna memudahkan kerja kantor berita perjuangan tersebut untuk menghadapi era konvergensi media dan tantangan bisnis media yang kian mengglobal. Tantangan di era konvergensi media juga membuat miris perjuangan kantor berita yang didirikan untuk menandingi kedigdayaan kantor berita Belanda Aneta yang memperkecil peluang penerimaan informasi bagi para pejuang atau rakyat pro Indonesia. Antara tak bisa lagi mengandalkan pendapatan dari bisnis berita yang memang makin terpuruk mengingat semua orang bisa dengan mudah mendapatkan informasi tanpa harus mengeluarkan uang mereka. Tinggal duduk di depan televisi, lihat di layar komputer bahkan tinggal klik di layar HP mereka bisa mendapatkan informasi yang mereka inginkan.

Ini menegaskan sebuah fenomena mengerikan bagi kantor berita konvensional. Sungguhkah era ini merupakan era paling menyedihkan bagi bisnis kantor berita? Benarkah era kantor berita sudah berakhir? Mencari peluang baru Agar tetap eksis, Antara dan kantor berita di dunia ketiga lainnya harus berani mereposisi diri menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Tidak bisa lagi kita hanyut bersandar pada ‘kebaikan pemerintah dan DPR’ yang menyetujui penggelontoran dana PSO yang makin lama makin meningkat tahun demi tahun. Tidak bisa lagi Antara hanya berkutat pada pembuatan produk berita konvensional yang ditujukan kepada para pelanggan media tetapi terus mengembangkan sayap intervensi ke wilayah-wilayah tak terjamah di era konvergensi media.

Tidak mungkin memang merebut ‘ranah pekerjaan’ TVRI sebagai lembaga penyiaran dengan ikut-ikutan ANTARA bergerak di bisnis televisi. Selain biaya besar untuk peralatan dan operasionalnya, hal ini membutuhkan jumlah SDM yang belum bisa dipenuhi oleh lembaga yang berdiri sejak 1937 ini. Tetapi masih ada peluang di bisnis personal dimana pelanggannya merupakan pribadi-pribadi berkebutuhan khusus. Itu wajar terjadi sebagai konsekuensi konvergensi media.

Mengapa begitu? Karena di ranah praktis, konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka. Artinya khalayak akan mencari berita dan informasi yang benar-benar mereka butuhkan. Pemahaman ini amat penting bagi kantor berita yang sudah menyediakan fasilitas HP Blackberry untuk semua wartawannya, namun dari kecepatan dan variasi layanan yang diberikan masih sama seperti di era lalu.

Masih jauh untuk mengharapkan munculnya super reporter di lapangan yang bisa mengoptimalkan fasilitas BB yang diberikan kantor untuk menghasilkan berita teks,audio dan visual sekaligus. Bahkan miris , banyak wartawan yang sudah dibekali BB hanya mampu mengoerasionalkan untuk mengirim SMS atau bahkan hanya untuk membuka facebook. Padahal konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik yang bersifat visual, audio, data dan sebagainya. Dalam catatan McMillan (2004), teknologi komunikasi baru memungkinkan sebuah media memfasilitasi komunikasi interpersonal yang termediasi. Dahulu ketika internet muncul di penghujung abad ke-21, pengguna internet dan masyarakat luas masih mengidentikkannya sebagai ”alat” semata. Berbeda halnya sekarang, internet menjadi ”media” tersendiri yang bahkan mempunyai kemampuan interaktif.

Sifat interactivity dari penggunaan media konvergen telah melampaui kemampuan potensi umpan balik (feedback), karena seorang khalayak pengakses media konvergen secara langsung memberikan umpan balik atas pesan-pesan yang disampaikan. Peluang yang ada yang bisa dimanfaatkan Antara sebagai kantor berita nasional milik bangsa adalah terjun serius di teknologi baru di bidang internet dan HP. Caranya dengan menawarkan layanan khusus bagi pelanggan khusus. Artinya, ada orang membutuhkan hanya berita-berita kemacetan di Jakarta, Surabaya atau kota-kota lain dan pelayanan informasi jalur-jalur yang aman dan lancar demi kelancaran bisnisnya. Itu bisa dilayani dengan treatmen khusus.

Ada juga pelanggan yang membutuhkan infromasi cuaca, kelembaban udara, arah angin dan kemungkinan hujan atau panas yang tinggi ini bisa dilayani secara khusus. Atau terjun ke pelayanan PFN (pay per news) dimana pelanggan bisa memilih berita yang diinginkan lewat tuts handphonenya.

Semua itu memang membutuhkan keberanian untuk berubah,mereposisi diri agar tak terlindas era konvergensi dan terpaksa terus menerus mengemis kebaikan politis pemerintah dan DPR untuk menutupi biaya operasionalnya. (J.006)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar