--> Skip to main content

APA ITU SEMIOTIKA ?

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu –yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya—dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut kota.[1]
Secara berkelakar, Seno Gumira Ajidarma dalam pengantar buku Semiotika Visual menyebut semiotika itu bagaikan polisi bagi hermeneutika, seolah-olah dia berkata,” menafsir ya menafsir, tapi jangan semaunya, karena itu semiotika menawarkan suatu sistem, suatu cara memandang tanda-tanda yang sistematis, seolah-olah setiap tanda itu strukturnya jelas: bahwa tanda ini bermakna itu- padahal sama sekali tidak. Subjek yang diteliti adalah makna dari tanda-tanda. Dan setiap tanda tetap boleh ditafsirkan semaunya tetapi menurut Seno, dalam kesemau-mauannya yang sistematis artinya, setiap pemaknaan itu harus ada pertanggungjawaban, harus ada argumentasi yang cukup ilmiah.[2] Lebih jelas lagi, kita banyak mengenal tanda-tanda dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah kita ada tetangga yang memasang janur maka itu pertanda ada ‘hajatan’ perkawinan, tetapi bila terpasang bendera warna kuning di depan rumah dan sudut jalan maka itu pertanda ada kematian. Bagi etnis tertentu seperti warga keturunan Cina di Jakarta justru menggunakan warna putih dari kain blacu untuk menandakan mereka merasa sangat kehilangan dan ditinggalkan orang yang mereka kasihi. Bahkan di jendela atau pintu rumah mereka ada tanda garis miring satu atau silang untuk menunjukkan siapa yang meninggal. Bila hanya ada satu garis itu berarti baru istri atau suami / orang tua yang meninggal sedangkan bila terdapat dua garis maka kedua orang tua /suami istri yang ada di rumah tersebut sudah meninggal . Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks [3]. Maka orang sering mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita di balik berita’. Dengan menggunakan semiotika dalam studi media massa kita dapat mengajukan berbagai pertanyaan : Mengapa misalnya sebuah media X selalu –untuk tidak mengatakan terus menerus—menggunakan frase, istilah, kalimat atau frame tertentu manakala menggambarkan seseorang atau sekelompok orang? Apa yang sebenarnya menjadi sebab, alasan, pertimbangan, latar belakang dan tujuan media tersebut mengambil langkah tersebut. Sebagai contoh, saat Habibie berkuasa Harian Kompas, dan Media Indonesia agaknya tidak ‘mendukung’ kepemimpinan pengganti Soeharto ini, berbeda sekali dengan Harian Republika yang seakan menjadi corong dari Habibie menyuarakan pandangan serta kebijakannya. Penggunaan kata-kata rezim, pemerintahan sementara, Habibie tidak legitimate merupakan ‘tanda’ yang paling jelas bagaimana sikap media massa tertentu. Saat Reformasi bergulir, dan Habibie kalah dan Gus Dur naik menjadi presiden, kini berbalik. Republika lewat serangkaian berita dan tulisannya nampak sekali kurang mendukung kepemimpinan Kiai pentolan NU ini. Bila dirunut ke belakang, melihat ada apa di balik berita terbukalah fakta bahwa memang sejak awal ada friksi di antara Gus Dur dengan ICMI yang membidani kelahiran Republika. Gus Dur merupakan tokoh Islam yang tidak setuju dibentuknya ICMI yang merupakan upaya pemerintah Soeharto merangkul Islam dalam pemerintahan. Tanda-tanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi. Pernyataan itu berasal dari pakar Komunikasi Littlejohn yang terkenal dengan bukunya :” Theories on Human Behaviour” (1996). Menurut Littlejohn, manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini

[1] Baca Analisis Teks Media, karya Alex Sobur Msi yang menjelaskan bahwa Semiotika sebagai suatu kajian menitikberatkan objek penelitiannya pada tanda yang pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk atau merujuk pada benda lain. Sebagaimana juga bila kita melihat rambu lalu lintas berupa lampu merah yang diartikan sebagai tanda bahwa kendaraan harus berhenti sedangkan bila lampu berwarna hijau berarti kendaraan diperbolehkan berjalan
[2] Baca lebih dalam Semiotika Visual karya Kris Budiman terbitan Buku Baik, Yogjakarta 2003
[3] Baca buku Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1966) “The Social Construction of Reality: A Treatise in the sociological of Knowledge yang juga diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul: Tafsir Sosial Atas Kenyataan:Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan (1990)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar