--> Skip to main content

PERSPEKTIF KOMUNIKASI LEBIH 'BERAGAM'

Ilmu komunikasi mempunyai perspektif yang lebih beranekaragam apabila dibandingkan dengan kajian/ilmu/disiplin lain. Mengapa? Hal ini disebabkan bahwa sejak awal munculnya disiplin ilmu komunikasi di era 30-40an, kajian ilmu baru ini amat dipengaruhi sudut pandang atau perspektif dari ilmu-ilmu social yang lain khususnya perspektif ilmu Politik dan ilmu psikologi. Khususnya saat melihat betapa ‘propaganda’ dimanfaatkan betul oleh pihak Nazi dalam menyebarkan semangat serta meneror dan menyebarkan ketakutan di kalangan musuh, sejumlah ilmuwan politik, dan psikologi justru berpikir keras dan mengkaji propaganda ini sebagai salah satu kajian penting mengapa manusia bisa dipengaruhi oleh kata-kata seorang orator, pesan atau bentuk komunikasi verbal macam apa yang bisa menggerakkan dan mempengaruhi orang, dan media atau sarana apa yang bisa digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan propagandis tersebut.

Ini jelas terlihat bahwa posisi objek kajian komunikasi yang ‘luas’ ini bias dilihat dari berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda tidak tunggal, Karena barangkali tidak ada satu disiplin ilmu atau cabang ilmu pengetahuan yang mengandung begitu banyak sudut pandang, pendekatan atau perspektif seperti halnya ilmu komunikasi . Sebagai akibat dari keanekaragaman perspektif tersebut maka suatu masalah, gejala atau perilaku yang sama, sering dipelajari atau justru dijelaskan dengan teori komunikasi yang berlainan. SEBAGAI CONTOH saat kita melihat perilaku manusia dalam berkomunikasi atau saat kita melihat sebuah acara ditelevisi dan hendak mengetahui apakah acara tersebut berpengaruh atau tidak kepada audiens atau komunikan maka akan terlihat bahwa fenemena tersebut bisa dijelaskan melalui teori komunikasi yang berbeda-beda tergantung dilihat dari perspektif mana kita melihatnya.

Kalau dilihat dari sudut psikologi mungkin akan lebih banyak melihat apa saja yang terjadi dalam benak pikiran seorang individu saat dia melihat tayangan televise tertentu, atau apakah acara tersebut mempengaruhi pemahamannya, sisi kognitifnya ataukah acara tersebut bias menumbuhkan sikap atau bahkan bisa mengakibatkan perilaku apa. Tetapi kalau dilihat dari perpektif ilmu politik, kita akan bias mengkajinya lewat apakah ada muatan-muatan politis dari pesan yang disampaikan, apakah pesan tersebut merupakan cerminan ideology kekuasan yang ada di benak para pelaku media ( dalam hal ini terkait dengan kekuasaan dan upaya melakukan perubahan opini public).

Fenonema yang sama yaitu saat ada tayangan sebuah acara di televise akan memunculkan atau akan bisa dianalisis menggunakan sejumlah teori komunikasi sesuai dengan sudut pandang atau perspektif yang berbeda-beda. Sebagai contoh saat kita melihat bagaimana film 2012 dipersepsi oleh masyarakat penonton film di Indonesia maka ilmu komunikasi akan melihat fenomena pengaruh film tersebut kepada khalayak tergantung dari perspektif apa yang hendak digunakan.

Apabila Psikologi melihat atau mengkaji apakah film tersebut bisa mempengaruhi pola piker dan perasaan individu setelah melihat film tersebut, mungkin para praktisi ilmu politik melihat bahwa film 2012 dari sudut yang lain, dia akan mengkaji mengapa film tersebut dimunculkan saat ini disaat begitu banyak kejadian alam yang melanda dunia, dan mengapa isi film tersebut lebih menjadi Propaganda kedigjayaan Amerika dan kehebatan Amerika dalam mengendalikan dan berupaya selamat dalam ‘neraka’ versi Hollywood yang bakal terjadi tahun 2012.

Film itu akan dilihat oleh para antropolog sebagai bukti kekuatan ras negro ( yang digambarkan lewat sosok presiden Amerika) yang punya hati yang tidak meninggalkan rakyatnya ‘menikmati’ bencana dan pergi ke China untuk menaiki ‘kapal Nuh’ modern. Dalam film tersebut digambarkan betapa terjadi ‘kepahlawanan’ presiden Amerika yang lebih memilih dekat dengan rakyatnya ketimbang mencari selamat dengan bergabung dengan presiden dari Negara-negara Eropa dan kawasan lain yang sudah lebih dulu ‘berlindung’ dan masuk ke kapal besar sebelum kiamat besar terjadi. Tetapi bila dilihat dari komunikasi maka fenomena penayangan film 2012 ini bisa dikaji dalam berbagai teori komunikasi tergantung kita melihatnya dari perspektif apa. Sebagai contoh bila dilihat dari sisi komunikannya maka bisa saja film tersebut dikaji melalui teori Cultivation atau teori imitasi yang memperlihatkan bahwa film tersebut berpengaruh terhadap pola piker dan sikap dari komunikan.

Itu dari perpektif psikologis melihatnya, sedangkan bila dikaji lewat perspektif disiplin ilmu politik, maka komunikasi menyorot film tersebut sebagai upaya memasukkan opini public dan propaganda dalam benak penonton dan tetap saja ini merupakan pertarungan wacana mengenai ideology-ideologi besar di dunia mengenai dunia Barat dan Timur, dunia Maju dan dunia terbelakang, Amerika dan Non Amerika. Dari contoh tayangan film 2012 bila dikaji lewat ilmu komunikasi maka akan beragam kesimpulan yang bisa diambil tergantung kita melihatnya dari perspektif yang mana.

Dari film 2012 kita bisa mengkajinya lewat beragam teori komunikasi sesuai dengan perspektif yang hendak kita lihat apakah dari perspektif disiplin ilmu, perspektif metodelogi, perspektif mikro, atau makro dan sebagainya. Jadi TERBUKTI bahwa sebuah fenomena komunikasi dalam hal ini sebuah tayangan film yang merupakan sebuah pesan sangat bisa dipelajari dan dibedah dengan perspektif yang lebih banyak ragam, lebih banyak jenis dan macamnya apabila dibandingkan dengan perspektif ilmu-ilmu yang lain. Ini sangat dimungkinkan mengingat banyak teori yang bisa membedah sebuah film tergantung sudut pandang atau dari perspektif mana kita melihatnya.

Apakah kita mau melihat dari perspektif disiplin ilmu, atau perspektif objektif, perspektif makro/mikro , perpektif subjektif atau melihatnya dengan kajian semiotika dan fenomenologi. Artinya walaupun tampaknya sepele, dalam sebuah film bisa memunculkan banyak pertanyaan kajian seperti apakah film tersebut bisa mempengaruhi persepsi khayalak yang menontonnya –ini kita bisa mengkajinya dengan teori-teori efek media massa ( misalnya teori Agenda Setting, teori Uses And Gratification, Teori Cultivation dan Teori Stimulus Orgnanism Respond dimana teori-teori tersebut sangat dipengaruhi oleh perspektif disiplin ilmu lain yakni psikologi. Atau kita bisa juga mencari tahu apakah di level individu terjadi perubahan kognitif, terjadi perubahan sikap setelah dan sebelum menonton, dan apakah ada proses pemaknaan dari film tersebut di benak khalayak dan konstruksi apa yang hendak ditampilkan dari film tersebut…

kita bisa mengkajinya dengan mengambil teori Sosial Konstruksi atas Realitas yang bisa menggambarkan bahwa sebuah sajian atau tayangan atau pesan media merupakan sebuah pesan yang sudah melewati tahapan konstruksi dari si pembuatnya sehingga tersaji dalam bentuk sebuah hidangan makna yang sarat dengan makna-makna simbolik. Atau kalau kita mau melihat apakah memang ada ideology-ideologi atau nilai-nilai yang hendak ditampilkan dan diusung oleh film tersebut kita bisa melihatnya dengan menggunakan teori-teori komunikasi kritis seperti teori Politikal Ekonomi Media yang menjelaskan bahwa pada sesungguhnya tak ada isi pesan dari media –termasuk juga film 2012—yang sungguh-sungguh netral dan hanya menyuarakan satu kebenaran atau fakta.

Film tersebut merupakan alat dari kapitalisme dunia hiburan ( dalam hal ini Hollywood) yang ingin menyampaikan pesan bahwa kekuatan Barat memang tidak bisa ditolak dan dunia tersihir karenanya, dan diramu dengan gaya Hollywood yang sangat mengagungkan kedigjayaan amerika dan perang urat syaraf bahwa semua hal termasuk dalam ‘menghadapi neraka’ di tahun 2012 akan membutuhkan tangan-tangan kekuasaan Amerika yang memang Berjaya dalam bidang teknologi ( lewat pembuatan kapal canggih seperti Nabi Nuh tapi di era modern), dan sebagai bagian dari kekuatan pasar, film tersebut memang secara ekonomis dipaketkan sesuai dengan kebutuhan pasar lewat adegan-adegan dramatis, adegan-adegan super hero Amerika, dan bumbu-bumbu ketegangan rasial yang sangat khas Hollywood dan dengan akhir yang ‘happy ending’ yang bisa menyenangkan semua orang termasuk para penontonnya.

Tapi bila dibedah isi filmnya, dengan pisau analisis semiotika ( yang secara jelas dimasukan sebagai salah satu tradisi dalam pemetaan ilmu komunikasi) maka film tersebut merupakan sebuah ajang pertarungan makna, pertarungan kepentingan dan bauran nilai-nilai yang coba dibenamkan dalam-dalam oleh sipembuat film. Dari sisi filmis memang hanya digambarkan betapa presiden Amerika ( yang kebetulan negro) digambarkan memilih tidak jadi ‘ikut’ bersama pemimpin-pemimpin serta presiden-presiden dunia yang lain yang sudah buru-buru masuk ke kapal menyelamatkan diri dan mempersetankan nasib rakyatnya.

Tetapi presiden Amerika ini digambarkan rela memilih untuk tetap tinggal bersama rakyatnya yang menghadapi bencana. Dari sisi pemaknaan ini sangat menyentuh dan merupakan signal bahwa presiden Amerika tidaklah egois dan hanya mementingkan keselamatan pribadi sebagaimana ditunjukan oleh presiden-presiden Negara lain seperti Inggris, Perancis dan Negara-negara besar lainnya. Dari contoh tersebut jelas BENAR bahwa sesuatu hal –dalam contoh ini tayangan film 2012- yang sama-sama menjadi objek dari ilmu komunikasi bersama beberapa disiplin ilmu lain seperti ilmu budaya, seni, Politik dan sosiologi ternyata bila dikaji lewat komunikasi akan bisa didekati dengan perspektif yang lebih banyak ragam , jenis dan macamnya.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar