MENGENAL RETORIKA
Retorika sebagai sebuah ilmu bicara, hingga kini masih dipandang sepele dan dianggap hanya kegiatan yang tidak berpijak pada kebenaran, sebab retorika hanya dipandang sebagai kemampuan ‘bersilat lidah’ yang tidak berpijak pada kebenaran.
Begitu juga, banyak orang keliru menganalisis seolah-olah kemajuan dunia Barat bertopang primer pada matematika, fisika atau kimia. Namun bila kita mau mendalami lagi, kita akan melihat bahwa kemampuan luar biasa Barat dalam hal ilmu-ilmu alam justru mengandalkan dan berpijak pada kultur berabad-abad pendidikan bahasa. Yang berakar pada filsafat Yunani yang bertumpu pada retorika.
Pengertian Retorika biasanya kita anggap negatif, seolah-olah retorika hanya seni propaganda saja, dengan kata-kata yang bagus bunyinya tetapi disangsikan kebenaran aslinya. Padahal arti asli retorika jauh lebih mendalam yakni pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa –selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan pikiran. Retorika menurut Jalaluddin Rakhmat justru bisa menjadi mata ajaran poros demi emansipasi manusia.
Retorika membebaskan anda dari posisi budak, mengangkat anda menjadi tuan dan puan. Dengan senjata, para tuan dapat menguasai tanah dan negara dan dengan retorika, para pemimpin dapat menaklukkan hati dan jiwa. Sayangnya, meski Retorika bisa ‘menyemangati’ Barat, dalam sistem pendidikan Indonesia, retorika disudutkan pada pojok kecil di Fakultas sastra dan pojok lebih kecil lagi di Fakultas Ilmu Komunikasi. Ini amat terkait dengan masih ‘negatifnya’ pandangan kita terhadap Retorika. Padahal di Amerika Serikat, Jalaluddin Rakhmat bahkan melihat ‘kebesaran’ retorika. Pada tingkat undergrad, retorika diajarkan sebagai kuliah wajib untuk mahasiswa jurusan apapun.
Pada tingkat Pascasarjana, setiap mahasiswa harus melakukan presentasi dan presentasi amat membutuhkan kemampuan retorika. Tapi kata ‘retorika’ sendiri di Amerika sudah mendapat nama baru ‘Speech communication’ terkadang lebih dikenal sebagai ‘public Speaking’. ( dari sumber sebelah)
Begitu juga, banyak orang keliru menganalisis seolah-olah kemajuan dunia Barat bertopang primer pada matematika, fisika atau kimia. Namun bila kita mau mendalami lagi, kita akan melihat bahwa kemampuan luar biasa Barat dalam hal ilmu-ilmu alam justru mengandalkan dan berpijak pada kultur berabad-abad pendidikan bahasa. Yang berakar pada filsafat Yunani yang bertumpu pada retorika.
Pengertian Retorika biasanya kita anggap negatif, seolah-olah retorika hanya seni propaganda saja, dengan kata-kata yang bagus bunyinya tetapi disangsikan kebenaran aslinya. Padahal arti asli retorika jauh lebih mendalam yakni pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa –selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan pikiran. Retorika menurut Jalaluddin Rakhmat justru bisa menjadi mata ajaran poros demi emansipasi manusia.
Retorika membebaskan anda dari posisi budak, mengangkat anda menjadi tuan dan puan. Dengan senjata, para tuan dapat menguasai tanah dan negara dan dengan retorika, para pemimpin dapat menaklukkan hati dan jiwa. Sayangnya, meski Retorika bisa ‘menyemangati’ Barat, dalam sistem pendidikan Indonesia, retorika disudutkan pada pojok kecil di Fakultas sastra dan pojok lebih kecil lagi di Fakultas Ilmu Komunikasi. Ini amat terkait dengan masih ‘negatifnya’ pandangan kita terhadap Retorika. Padahal di Amerika Serikat, Jalaluddin Rakhmat bahkan melihat ‘kebesaran’ retorika. Pada tingkat undergrad, retorika diajarkan sebagai kuliah wajib untuk mahasiswa jurusan apapun.
Pada tingkat Pascasarjana, setiap mahasiswa harus melakukan presentasi dan presentasi amat membutuhkan kemampuan retorika. Tapi kata ‘retorika’ sendiri di Amerika sudah mendapat nama baru ‘Speech communication’ terkadang lebih dikenal sebagai ‘public Speaking’. ( dari sumber sebelah)