KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL
Luckman dalam buku The Social Of Construction Reality . Realitas menurut Berger tidak di bentuk secara ilmiah. Tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi dibentuk dan di konstruksi. Dengan pemahaman ini realitas berwujud ganda/prural.
Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing-masing individu. Lebih lanjut gagasan Berger mengenai konteks berita harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Setiap wartawan mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda atas suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat bagaimana wartawan mengonstruksi peristiwa dalam pemberitaannya. Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan fakta yang riil. Berita adalah produk interaksi wartawan dengan fakta. Realitas sosial tidak begitu saja menjadi berita tetapi melalui proses. Diantaranya proses internalisasi dimana wartawan dilanda oleh realitas yang ia amati dan diserap dalam kesadarannya. Kemudian proses selanjutnya adalah eksternalisasi. Dalam proses ini wartawan menceburkan diri dalam memaknai realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika ini. Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari cara wartawan memandang realitas tapi kehidupan politik tempat media itu berada. Sistem politik yang diterapkan sebuah negara ikut menentukan mekanisme kerja media massa negara itu mempengaruhi cara media massa tersebut mengonstruksi reallitas. Menurut Hamad, karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidak berlebihan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Pembangunan konstruksi realitas pada masing-masing media berbeda, walaupun realitas faktanya sama. Hal mengonstruksikan realitas fakta ini tergantung pada kebijakan redaksional yang dilandasi pada politik media itu. Salah satu cara yang bisa dipahami atau digunakan untuk menangkap cara masing-masing media membangun sebuah realitas berita adalah dengan framing. Menurut Eriyanto, terdapat dua penekanan karakteristik penting pada pembuatan konstruksi realitas. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan bagaimana politik pemaknaan dan bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas politik. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan konstruksi sebagai proses yang terus menerus dan dinamis. Kedua karakteristik ini menekankan bagaimana politik pemaknaan dan bagaimana cara makna tersebut ditampilkan, sebab dalam penekanan tersebut produksi pesan tidak dipandang sebagai “mirror reality“ yang hanya menampilkan fakta sebagaimana adanya. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa. Dalam media massa, keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (citra) yang akan muncul di benak khalayak. Bahasa yang dipakai media, ternyata mampu mempengaruhi cara melafalkan (pronounciation), tata bahasa (grammar), susunan kalimat (syntax), perluasan dan modifikasi perbendaharaan kata, dan akhirnya mengubah dan atau mengembangkan percakapan (speech), bahasa (language) dan makna (meaning). Menurut De Fleur dan Ball-Rokeach, ada berbagai cara media massa mempengaruhi bahasa dan makna, antara lain : mengembangkan kata-kata baku beserta makna asosiasinya; memperluas makna dan istilah-istilah yang ada; mengganti makna lama serta istilah dengan makna baru; serta memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa. Dengan begitu, penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Sumber: Hamad, Ibnu. Agus Sudibyo. Muhammad Qodari. Kabar-Kabar Kebencian Prasangka Agama Di Media Massa. Jakarta: ISAI. 2001. Ibrahim, Idi Subandi. Hanif Suranto, Yasraf Amir Pialang. Wanita Dan Media: Pemberitaan Isu Pelecehan Dan Kekerasan Seksual Dalam Surat Kabar Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1998. Mc Quail, Denis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. 1996. ----------------------- and Sven Windahl,. Communication Models: For The Study Of Mass Communication. Newyork: Longman Publishing. 1993. Masduki. Jurnalistik RadioYogyakarta: LkiS. 2001. Nugroho, Bimo. Eriyanto. F. Surdias. Poltik Media Mengemas Berita. Jakarta: ISAI. 1999. Rakhmat, Jalaluddin. Metode Komunikasi Sosial. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2000. Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. Mediating The Message: Theories of Influence on Mass Media Content. New York and London: Longman Publishing Group. 1991. Siregar, Ashadi. Rondang Pasaribu. Ismay Prihastuti. Eksplorasi Gender Di Ranah Jurnalisme. Yogyakarta: LP3Y. 2002. Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2002.
Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing-masing individu. Lebih lanjut gagasan Berger mengenai konteks berita harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Setiap wartawan mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda atas suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat bagaimana wartawan mengonstruksi peristiwa dalam pemberitaannya. Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan fakta yang riil. Berita adalah produk interaksi wartawan dengan fakta. Realitas sosial tidak begitu saja menjadi berita tetapi melalui proses. Diantaranya proses internalisasi dimana wartawan dilanda oleh realitas yang ia amati dan diserap dalam kesadarannya. Kemudian proses selanjutnya adalah eksternalisasi. Dalam proses ini wartawan menceburkan diri dalam memaknai realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika ini. Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari cara wartawan memandang realitas tapi kehidupan politik tempat media itu berada. Sistem politik yang diterapkan sebuah negara ikut menentukan mekanisme kerja media massa negara itu mempengaruhi cara media massa tersebut mengonstruksi reallitas. Menurut Hamad, karena sifat dan faktanya bahwa tugas redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka tidak berlebihan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Pembangunan konstruksi realitas pada masing-masing media berbeda, walaupun realitas faktanya sama. Hal mengonstruksikan realitas fakta ini tergantung pada kebijakan redaksional yang dilandasi pada politik media itu. Salah satu cara yang bisa dipahami atau digunakan untuk menangkap cara masing-masing media membangun sebuah realitas berita adalah dengan framing. Menurut Eriyanto, terdapat dua penekanan karakteristik penting pada pembuatan konstruksi realitas. Pertama, pendekatan konstruksionis menekankan bagaimana politik pemaknaan dan bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas politik. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. Kedua, pendekatan konstruksionis memandang kegiatan konstruksi sebagai proses yang terus menerus dan dinamis. Kedua karakteristik ini menekankan bagaimana politik pemaknaan dan bagaimana cara makna tersebut ditampilkan, sebab dalam penekanan tersebut produksi pesan tidak dipandang sebagai “mirror reality“ yang hanya menampilkan fakta sebagaimana adanya. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa. Dalam media massa, keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (citra) yang akan muncul di benak khalayak. Bahasa yang dipakai media, ternyata mampu mempengaruhi cara melafalkan (pronounciation), tata bahasa (grammar), susunan kalimat (syntax), perluasan dan modifikasi perbendaharaan kata, dan akhirnya mengubah dan atau mengembangkan percakapan (speech), bahasa (language) dan makna (meaning). Menurut De Fleur dan Ball-Rokeach, ada berbagai cara media massa mempengaruhi bahasa dan makna, antara lain : mengembangkan kata-kata baku beserta makna asosiasinya; memperluas makna dan istilah-istilah yang ada; mengganti makna lama serta istilah dengan makna baru; serta memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa. Dengan begitu, penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Sumber: Hamad, Ibnu. Agus Sudibyo. Muhammad Qodari. Kabar-Kabar Kebencian Prasangka Agama Di Media Massa. Jakarta: ISAI. 2001. Ibrahim, Idi Subandi. Hanif Suranto, Yasraf Amir Pialang. Wanita Dan Media: Pemberitaan Isu Pelecehan Dan Kekerasan Seksual Dalam Surat Kabar Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1998. Mc Quail, Denis. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. 1996. ----------------------- and Sven Windahl,. Communication Models: For The Study Of Mass Communication. Newyork: Longman Publishing. 1993. Masduki. Jurnalistik RadioYogyakarta: LkiS. 2001. Nugroho, Bimo. Eriyanto. F. Surdias. Poltik Media Mengemas Berita. Jakarta: ISAI. 1999. Rakhmat, Jalaluddin. Metode Komunikasi Sosial. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2000. Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. Mediating The Message: Theories of Influence on Mass Media Content. New York and London: Longman Publishing Group. 1991. Siregar, Ashadi. Rondang Pasaribu. Ismay Prihastuti. Eksplorasi Gender Di Ranah Jurnalisme. Yogyakarta: LP3Y. 2002. Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2002.