--> Skip to main content

WARTAWAN: IDEALIS ATAU PRAGMATIS?

Profesi wartawan di masa kini telah berkembang pesat dan sangat jauh berbeda dengan masa lalu. Sekarang ini sangat dirasakan bahwa wartawan berperan penting dalam berbagi aspek kehidupan. Selain memberikan informasi kepada masyarakat luas, wartawan juga mampu mengangkat seseorang menjadi popular di hadapan publik.
Namun, pers harus tetap berpegang pada kebebasan yang bertanggung jawab.
Dalam memperingati hari pers nasional kita diingatkan kembali perjuangan pers nasional yang turut mengukir sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia. Pers ikut membantu bangsa Indonesia merdeka dan membebaskan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan. Begitu besarnya peranan pers dalam pembangunan bangsa kita sampai saat ini.
Melihat perjalanan pers periode ini bahwa kehidupan pers memiliki kebebasan yang tidak terbatas. Menanggapi hal tersebut, salah satu praktisi pers, Drs Indiwan Seto MSi memberikan komentarnya bahwa kehidupan pers saat ini sangat riskan. Dalam arti, kini tidak ada lagi sensor dan pembredelan media massa. Menurutnya, peran pers sekarang ini memiliki dua kategori yaitu berperan sebagai orang yang menjadi “anjing penjaga” terhadap kebijakan masyarakat dan pers berperan seperti anjing suruhan atau menjaga tuannya.
Fungsi wartawan adalah memberi informasi sekaligus mendidik bangsa. “Sekarang ini banyak wartawan yang hanya berpedoman pada UUD atau kepanjangan dari ujung-ujungnya duit,”, begitulah yang dikatakan Ketua Konsentrasi Jurnalistik Fikom UPDM(B) ini,
Ia berharap wartawan tidak sekedar cari duit. Memang munculnya wartawan seperti ini dikarenakan kurangnya kesejahteraan secara materi yang diperolehnya dari perusahaan media tempat ia bernaung. Hal inilah yang membuat profesi wartawan tidak bekerja secara professional ditambah lagi tidak adanya latar belakang pendidikan di bidang tersebut sehingga menciptakan wartawan bodrex yang muncul secara bergerombol dalam mencari narasumber beritanya.
“Kualitas pers di Indonesia secara umum memiliki kelemahan karena tidak diperhatikannya standar profesi sumber daya manusia, seharusnya ada pengontrolan standar profesi oleh salah satu lembaga organisasi pers” ungkap Pak Seto yang juga wartawan Antara dan pernah mengalami zaman pers di era Orde Baru ini memberikan pendapatnya.
Pers yang berkualitas selalu berpedoman pada etika, moralitas serta berintelektual dan memiliki kinerja seorang professional. Sekarang ini penyampaian berita-berita di berbagai media massa memang jelas terlihat begitu bebas dan terbuka dan terkadang pers menampilkan berita melalui gambar-gambar yang terlihat tidak etis dan sadis.
Menurut Drs.Indiwan Seto, MSi, berita-berita seperti itu bila tidak disampaikan oleh pers yang terendap begitu saja akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Kebingungan tersebut dapat menciptakan interpretasi yang lain dari masyarakat. Meskipun demikian pemberian informasi yang berlebihan oleh media pada akhirnya membuat masyarakat menjadi jenuh.
Boleh dikatakan bahwa dunia jurnalistik kini banyak digemari oleh masyarakat. Maka, tidak heran bila sekarang muncul berbagai universitas yang membuka jurusan fakultas ilmu komunikasi yang di dalamnya terdapat konsentrasi jurnalistik. Di sinilah universitas sebagai lembaga perguruan tinggi dituntut harus mampu mencetak para profesionali yang berintelektual serta sumber daya manusia yang berkualitas di hadapan masyarakat. Untuk itu , sumber daya manusia yang telah tersedia tersebut harus diarahkan dan diasah kemampuannya supaya menjadi para generasi praktisi pers professional.
Pada dasarnya modal utama untuk menjadi seorang wartawan harus memiliki modal berani, keuletan, percaya diri, ramah, banyak bergaul, serta memiliki mental tahan banting. Akan tetapi bagi sumber daya manusia lulusan akademis jurnalistik harus mempunyai nilai plus yakni selain mendapat teori pada bangku perkuliahannya maka mereka harus mengerti etika dan memahami serta menjalankan kode etik wartwan yang diajarkan.
Dengan membangun media-media internal kampus sebagai wadah kegiatan mahasiswa dapat membantu mengembangkan kemampuan mahasisiwa di bidang jurnalistik, selain fasilitas laboratorium yang lengkap tersedia, untuk mencetak para calon lulusan sarjana jurnalistik, kampus Moestopo sendiri membuat beberapa wadah kegiatan mahasiswa di bidang jurnalistik sebagi wujud praktek sebelum terjun langsung di lapangan kerja yang kelak dihadapi.
Drs. Indiwan Seto,MSi menambahkan pula untuk mencetak sarjana jurnalistik yang professional haruslah di mulai dari kesadaran para mahasiswa itu sendiri dalam mempersiapkan dirinya untuk menentukan kemana akan melangkah , selain itu, pihak perguruan tinggi sendiri pun harus memilih tenaga pengajar yang berasal dari praktisi jurnalistik, serta membenahi kurikulum pengajaran. Dengan demikian diharapkan sumber daya manusia tersebut mampu bersaing di indistri media, serta dapat bekerja secara professional yang berpegang pada kode etik profesinya.(Evilin & Yudhit)
MAJALAH  MOESTOPO Edisi 2009/01-02, Laporan Utama
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar